Sabtu, 18 Januari 2014

T’LAH KEMBALI

T’LAH KEMBALI


Pertama kali aku jatuh cinta dulu waktu umur 12 tahun. Waktu itu rasanya masih terlalu cepat untuk anak seumuranku mengenal cinta. Pada umur 12 tahun itu pula, aku pertama kali mengenal kata pacaran. Sebut saja dia cinta pertama sekaligus pacar pertama untukku. Karena namanya anak-anak, pacarannya juga seolah main-main dan kekanak-kanakan. Tapi perasaan itu seakan masih membekas sampai sekarang. Kenangan kebersamaannya juga seakan masih teringat jelas. Aku pikir itu bukan cinta biasa.
Sekarang umurku belum baru akan menginjak 17 tahun pada bulan mei 2014 nanti. Lima tahun lebih berlalu semenjak itu. Hubungan yang dijalin itu memang telah berakhir hampir 3 atau 4 tahunan yang lalu, saat aku dan dia memutuskan berpisah. Waktu saat kami mulai sama-sama memasuki bangku SMA. Pemikiran yang dewasa memang saat aku berpikir bahwa aku tidak begitu lagi mencintainya.
Ternyata perpisahan waktu itu bukan pilihan yang tepat. Tanpa kusadari di hatiku masih ada dia, entah itu karena aku melihatnya setiap hari atau apa tapi bisa jadi karena kami masih satu sekolah. Mungkin karena tidak terlalu besarnya cintaku padanya, aku pun seolah acuh pada hatiku yang mengatakan aku masih mencintainya. Dan aku pun menjalin hubungan dengan seseorang, seseorang yang pada akhirnya membuat aku menunggu sangat lama, seseorang yang seolah mempermainkan aku dan seseorang yang membuat aku menyesal telah mengabaikan perasaan bahwa aku masih mencintainya, cinta pertamaku. Tidak tidak, itu bukan sebuah penyesalan yang pantas disesali.
Dan untuk ketiga kalinya, aku kembali menjalin hubungan. Aku seperti menjadi orang jahat waktu bersamanya, selalu melakukan tindakan sesukaku. Huh, aku seolah melampiaskan perasaanku pada orang ini. Tapi mengapa dia teramat baik untuk itu? Apakah bila aku kembali memutuskannya, dia akan baik-baik saja? Aku hanya tak ingin kembali menyakitinya oleh karena sifatku yang seperti ini. Mungkin memang aku aneh, tapi dibalik itu semua aku menyayanginya.
Aku tidak terlalu mempercayai itu cinta. Aku mungkin seorang yang kesepian, seorang yang hanya bisa memendam semuanya sendiri. Bagaimana dengan orang yang kusebut sahabat? Berpikir mereka memiliki masalahnya masing-masing, itu tak masalah jika aku tidak begitu mau berbagi masalahku.
Hari-hariku ku jalani dengan selalu berharap bahwa esok akan lebih baik. Selalu berusaha menunjukkan bahwa hidupku tidak memiliki masalah dan aku orang yang paling bahagia di dunia ini serasa melelahkan. Semuanya kebohongan. Saat hatiku merasa lelah dengan semua ini, saat itu pula aku selalu merindukannya. Dia yang biasanya menyandarkan bahunya untukku saat aku merasa sedih. Dimana dia saat ini? Mengapa aku terlambat menyadari bahwa dia teramat berarti untukku.
Otakku menjadi bingung saat aku memikirkan mengapa aku bersedih saat aku mengetahui dia sudah memiliki kekasih baru dan sangat senang jika suatu hari dia berpisah dengan kekasihnya itu. Ada apa denganku? Padahal jelas-jelas aku mengatakan aku tidak begitu menyukainya lagi. Tapi mengapa saat dia menatapku, hatiku seolah masih bergetar? Dia, cinta pertamaku, mengapa sekarang dia menjadikan aku orang yang egois? Aku hanya ingin dia mencintaiku, aku hanya ingin hanya aku di hidupnya padahal cintaku sendiri tidak sepenuhnya untuknya, hatiku bahkan sekarang seolah mengatakan aku mencintai orang lain. Tapi mengapa dia seolah abadi dalam hatiku ini?
Hingga suatu saat orang lain yang kucintai itu memilih pergi meninggalkanku. Aku merasa sedih, hatiku seolah hancur. Orang lain itu mengapa seenaknya untuk datang pergi, mengapa orang lain itu selalu menghancurkan hatiku dan kemudian memperbaikinya. Dan mengapa orang lain itu seperti telah menjadikan aku orang yang sangat mencintainya. Tidak, orang lain itu bukan menjadi orang lain lagi, orang lain itu telah menjadi orang yang penting di hidupku. Otakku tidak begitu hebat untuk bisa mengerti hati, bahkan tentang perasaan ini masih sulit dimengerti. Saat aku mengatakan aku mencintainya, tapi hatiku juga menegaskan bahwa di sisi lain nama cinta pertamaku itu masih belum hilang. Oh Tuhan, mengapa saat hatiku hancur karena orang lain itu, Kau malah mengirimkan dia “cinta pertamaku” untuk menghiburku.
Dia kembali mengatakan bahwa dia masih mencintaiku. Kata-kata itu seperti menjadi alasan aku tersenyum namun tidak begitu ku indahkan. Aku buat dia menunggu, padahal aku tau jawaban hatiku yang tak bisa menerimanya lagi. Ya, sampai suatu saat orang lain yang begitu aku cinta itu datang kembali. Entah karena aku bodoh atau apa, aku menyambutnya dengan penuh senyuman dan kebahagiaan. Aku meninggalkan dia “cinta pertamaku” karena orang lain tanpa berpikir apa yang akan terjadi padanya. Tapi dia tidak pernah bosan datang dan datang lagi kepadaku dan aku pun selalu menolaknya.
Hingga suatu ketika dia datang lagi tapi bukan untuk mengatakan “dia mencintaiku” melainkan orang lain. Dadaku terasa sesak saat itu dan hatiku seakan sakit. Bagaimana mungkin aku seperti? Mengapa aku begitu egois. Tidak selamanya dia akan selalu mencintaiku, tidak selamanya dia rela menunggu. Aku hanya bisa menahan tangis dan mengatakan “Berbahagialah. Aku tau suatu saat nanti kamu pasti menemukan orang yang lebih dari aku”. Dia hanya membalas dengan senyum, dan aku melanjutkan dalam hati “Tapi bisakah walaupun kau mencintai orang lain saat ini, aku akan selalu ada di hatimu itu dan selalu abadi disitu”.
kini perasaan itu muncul lagi, mungkin karena kita masih satu sekolah dan otomatis setiap hari bertemu. entah apa yang aku rasakan saat ini apakah benar aku masih membutuhkannya atau hanya perasaan sementara yang muncul di hatiku dan menjadi pengobat hati untukku. sampai sekarang aku masih bertanya-tanya tentang perasaanku kepadanya. ya sebenarnya aku tahu kalau dia tidak akan bisa lagi kembali untukku. namun apa daya semua terjadi begitu saja…


TERIMAKASIH ATAS HIDUP YANG SINGKAT INI

TERIMAKASIH ATAS HIDUP YANG SINGKAT INI


Namaku Ayudia Lestari Lebih akrab dipanggil Ayu. Aku duduk di bangku kelas 7, di SMP Nusa Bakti. Aku mempunyai 5 orang sahabat yang sangat aku sayang yaitu Diah, Sari, Dewi, Wiwi dan Rina.
Hidupku ini sangat rumit. Mengapa? Kedua orangtuaku berpisah dengan alasan tak jelas. Aku tinggal bersama Mama, yang akhir-akhir ini jarang memperhatikanku akibat pekerjaannya. Juga bersama Bik Wati, pembantu rumahku. Dan aku mengidap penyakit kanker darah atau leukemia. Saat Papa dan Mama masih bersama, mereka membawaku ke dokter untuk operasi. Papa dan Mama rela menghabiskan uangnya untuk menyembuhkan penyakitku. Tapi, kanker ini sudah stadium 4, artinya sudah parah. Mereka akhirnya pasrah, dan kemudian berpisah.
Aku sedih. Kadang aku berfikir untuk tidak mau hidup di dunia ini. Tapi, aku selalu ingat pesan Oma agar tetap tabah menghadapi cobaan di dunia ini.
Senin pagi, upacara bendera dilaksanakan. Sebelum upacara, Diah melarangku mengikuti upacara sebab aku sering tidak enak badan bahkan pingsan saat mengikuti upacara. Tapi, aku bersikeras untuk ikut. Aku tak suka meninggalkan kegiatan yang berhubungan dengan negara, seperti upacara. Diah pasrah saja dan menuruti kemauanku.
Suasana upacara kali ini cukup panas, karena matahari bersinar dengan terik. Saat kepala sekolah menyampaikan amanat, kepalaku mulai pusing. Tapi, aku tetap mendengarkan amanat kepala sekolah, dan menyembunyikan rasa pusing itu. Tapi kepalaku makin sakit. Mukaku mulai pucat. Tangan kakiku dingin.
“Ayu, kamu tidak apa-apa? Mukamu pucat.” kata Diah. “Aku tidak apa-apa Diah” kataku berbohong. Kemudian, perasaanku tidak enak. Pandanganku kabur. Semuanya gelap.

Saat kubuka mataku, aku sudah ada di atas ranjang UKS. Berarti, aku tadi pingsan. Terulang lagi.
“Alhamdulillah, Ayu kamu sudah sadar” kata Rina sambil tersenyum. “Sudah kukatakan kan Yu, kamu tidak usah ikut upacara. Tapi kamu tetap ikut. Begini kan hasilnya?” kata Diah dengan nada sedikit kesal. “Diah! Jangan begitu dengan Ayu! Dia baru saja pingsan!” tegur Rina.

Aku terdiam. Aku menatap langit-langit UKS. Kemudian, aku menitikkan air mataku. “Eh Ayu, kenapa nangis? Tuh Diah, Ayu kan jadi nangis!” tanya Rina sambil mengambil tisu. “Hah? Aku kasar ya Yu? Maaf ya?” kata Diah. “Ini bukan salahmu kok Di. Salahku sendiri tidak mau mendengarmu” jawabku sambil mengelap air mata di pipiku.
“Ya sudah, Ayu sekarang kamu tidur saja ya. Aku dan Diah akan menemani kamu disini.” kata Rina lembut. “Tapi nanti kalian ketinggalan pelajaran?” tanyaku padanya. “Tidak apa. Sari, Dewi dan Wiwi bisa memberitahu kita tentang pelajaran jam sekarang. Mending, kamu tidur aja ya Yu” kata Diah. “Baiklah kalau begitu” jawabku, lalu kemudian tertidur.

Dalam tidurku, aku bermimpi. Bermimpi bertemu dengan omaku. Di mimpiku, aku memeluk oma dengan rasa sayang. Omaku memanggilku untuk tinggal bersamanya. Aku tersenyum sambil mengangguk.
Tiba-tiba aku terbangun. Di sekitarku sudah ada kelima sahabatku yaitu Diah, Sari, Wiwi, Dewi dan Rina. Sudah jam istirahat rupanya, jadi mereka menjengukku.
“Hai Ayu, sudah bangun rupanya. Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah membaik?” tanya Wiwi. “Ya Alhamdulillah sudah membaik kok” jawabku tersenyum. Aku bangun untuk duduk.
“Teman-teman, tadi aku bermimpi. Aku bertemu dengan omaku. Dan omaku memanggilku untuk bersamanya dan di mimpiku, aku mengangguk. Itu pertanda apa?” tanyaku pada sahabatku. Mereka saling memandang. Kemudian, Dewi berkata “Mungkin kamu rindu dengan omamu Yu. Dan terbawa ke dalam mimpi”. “Oh, begitu” jawabku.

KRIIINNGG!!! Bel masuk berbunyi. Aku dan kelima sahabatku menuju kelas. Aku tak ingin ketinggalan banyak pelajaran. Di kelas, teman-temanku yang lain banyak bertanya padaku tentang keadaanku. Aku menjawab, aku telah baikan. Tak lama kemudian, Bu Risma, guru Matematika datang dan memulai pelajaran.
Tepat pukul 12.30, bel pulang berbunyi. Semua murid SMP Nusa Bakti berhamburan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing. Begitu pula aku. Di depan kelas, aku menunggu sahabatku. Tak lama, mereka pun datang.
“Yuk pulang!” ajak Dewi. “Aku bareng siapa pulangnya?” tanyaku. “Aku juga” tanya Sari. “Begini saja, kan aku, Rina dan Wiwi bawa motor. Aku barengan sama Ayu, Rina sama Sari dan Wiwi sama Diah. Gimana?” jelas Dewi. “Setuju!!!” kataku serempak dengan sahabat-sahabatku. “Oke, let’s go home!” seru Dewi.

Kami berenam pun pulang naik motor dibonceng oleh pasangan berbonceng masing-masing. Di perjalanan, aku sedikit takut karena takut ditilang polisi. Tapi untung saja saat tiba di rumahku, tidak terjadi apa-apa.
Di rumah, Bik Wati menyambutku. Aku menceritakan tentang tadi di sekolah. Juga tentang mimpiku. Saat mempertanyakan pertanda dari mimpiku, Bik Wati menjawab sama dengan jawaban Dewi. Tapi, aku masih tak yakin dengan jawaban itu.
Saat masuk ke kamar, aku langsung mengganti baju.
Kemudian, seperti biasanya, aku menulis di buku harian alias diaryku.
Senin, 27 Februari 2012
Dear Diary

Hari ini, aku kembali pingsan. Pasti karena penyakitku ini. Kenapa sih aku harus diberi penyakit? Aku tidak suka melihat orangtuaku yang dulu telah berusaha keras mencari cara agar penyakitku bisa sembuh, tapi hasilnya tetap sia-sia. Dan aku tau, pasti alasan mereka berpisah karena capek mengurusiku. Ya kan?
Apalagi Mama sekarang jarang memperhatikanku. Sehari saja, aku hanya bertemu 2 jam. Sungguh tak enak. Aku ingin Mama ada di sampingku menemaniku dan mendengarkan semua curhatku.
Aku berfirasat kalau umurku sudah tak lama lagi. Baguslah kalau begitu, aku tidak akan sedih lagi menghadapi hidup ini. Tapi bagaimana dengan sahabatku? Duh, aku bingung sekali!
Diary, kalau misalkan besok aku sudah tiada, bisikkan pada Tuhan ya agar Mama bisa membaca curhatan hatiku. Dan bisikkan pada Tuhan agar Papa dan Mama bertemu.

Ayudia Lestari
Malam harinya, kubuka buku diaryku. Aku membaca semua curhatan hatiku. Bila membaca hal-hal yang membuatku sedih, aku menangis. Rasanya, ini adalah terakhir kalinya aku membuka dan membaca diaryku ini. Apakah benar, aku akan pergi meninggalkan dunia ini? Aku tak tau. Aku segera terlelap dengan buku diary yang ada di tanganku.
Keesokan harinya, pukul setengah enam pagi, aku bangun dengan air mata di pipiku. Aneh sekali. Segera kuhapus dengan tisu yang ada di meja dekat ranjang. Aku kemudian segera mengambil air wudhu untuk shalat Subuh. Setelah itu, aku menunaikan shalat subuh. Setelah selesai shalat, aku turun untuk menemui Bik Wati.
“Pagi Bik!” sapaku lemas pada Bik Wati. “Pagi juga Non Ayu!” balas Bik Wati. Tiba-tiba, kurasakan sesuatu mengalir dari hidungku. Kusentuh hidungku. Darah! Aku mimisan lagi. Tak lama, kurasakan hal yang aneh, seperti ingin pingsan.
“Non Ayu! Mimisan lagi. Mukanya Non juga pucat. Non Ayu nggak apa-apa?” tanyanya sambil mengambil tisu. Aku tak menjawab karena semua kurasa berkunang-kunang, kemudian gelap.
Aku membuka mata. Di sekeliling, ada seorang dokter, dua suster, Papa, Mama, Bik Wati serta lima sahabatku. Di hidungku ada selang oksigen, dan di punggung tanganku ada jarum berbalut perban dengan selang yang menyambungkan cairan dari sebuah benda. Mereka menyembunyikan wajah sedih mereka. Aku tersenyum pucat. Dokter dan kedua suster lega, dan kemudian meninggalkan ruangan.
“Semuanya, aku minta maaf kalau buat susah kalian. Aku memang gak berguna. Kerjanya cuma bikin orang susah!” kataku sambil menitikkan air mata. “Ssst! Kamu tidak boleh berkata begitu sayang!” kata Mama dengan mata berkaca-kaca. “Pa, Ma, aku pengen Papa dan Mama itu bersatu kembali. Aku nggak suka kalau Papa dan Mama pisah” kataku. “Kalau Ayu mau Papa sama Mama bersatu lagi, Papa mau saja” jawab Papa. “Ya, Mama juga mau” jawab Mama. Aku kembali tersenyum.
“Diah, Sari, Dewi, Wiwi dan Rina. Maaf kalau aku selalu bikin kalian ketinggalan pelajaran, cuma gara-gara ngurusin aku kalau aku pingsan di sekolah” kataku pada sahabatku. “Ah, enggak kok Yu. Kita nggak papa kok ketinggalan pelajaran.
Kan bisa belajar dari teman-teman yang lain” jawab Rina. “Iya Yu. Gak papa kok!” kata Wiwi sambil tersenyum.
“Semuanya, aku rasa, sekarang waktunya aku pergi nyusul Oma di surga sana.” kataku. “Ayu sayang, kamu ngomong apa sih? Jangan ngomong macam-macam sayang!” kata Papa sambil menitikkan air mata. “Enggak Pa! Aku sudah ditunggu Oma. Dan Tuhan, terima kasih sudah sempat memberiku hidup. Mempertemukanku dengan Papa, Mama dan sahabatku yang baik. Semuanya, jaga diri baik-baik ya! Daah!” kataku.

Aku kemudian menutup mata dan menghembuskan nafas terakhir. Roh ku kemudian meninggalkan tubuhku yang kini tidak bergerak lagi. Semua di ruangan itu menangis atas kepergianku. Papa dan Mama memeluk tubuhku yang kini sudah kosong. Aku sedih melihat mereka tapi aku sudah dipanggil Tuhan. Aku pun pergi menuju surga menemui Tuhan. Selamat tinggal semuanya. Kutunggu kalian di surge.

SEMU

SEMU

Aku diam menatap wajah semu yang semakin hilang. Benakku mengingat jalan, sawah dan pohon-pohon yang setiap detailnya menceritakan sesuatu. Tak hilang wajah manis yang selalu kecut ketika menatap diriku, dari raut wajahnya saja dapat ku tebak ia bergerutu. Langkahnya dipercepat ketika mendapatiku berjalan di belakangnya. “Sudahlah, jangan ikuti aku lagi! Di sana banyak wanita-wanita cantik” katanya menunjuk ke arah lain. Wajahnya masih sama, tak melirikku sedikit pun.
Hari dengan cepat berlalu, tak membuat keadaanku berubah. Tetap saja, wajah manis itu selalu kecut kepadaku. Tak pernah menatap wajahku sedikit pun. Ia hanya membuang muka, setiap aku mencoba mendekatinya. Selalu menjawab dengan nada enggan, setiap aku berbicara padanya. Hingga suatu saat, entah karena hal apa, sikapnya berubah padaku. Si wajah manis mulai peduli padaku, tersenyum padaku. Ku pikir “Dia mulai membuka hati untukku”.
Senja yang tenang, kudapati kado istimewa yang sudah bertahun-tahun ku nanti. Bukan dari kuis yang diundi di televisi dengan hostnya yang bagiku cukup cantik. Tapi ini luar biasa. Wajah manis yang dulu semu bergerak menampakan garis-garisnya yang tidak akan aku lupa sampai kapanpun. Mata yang berbinar, hidung yang ingin aku sentuh, bibir yang basah dan memerah. Kado yang sungguh luar biasa. “Aku menyayangimu!” Kurasa aku sudah terbang dari tadi, sejak ku dengar ia lontarkan kata itu. Yah, aku berhasil memilikinya sekarang. Setelah bertahun-tahun menunggu dengan sikapnya yang acuh padaku.
Malam ini yang tak seperti biasa. Dulu selalu sepi, kelam, gelap. Kini mulai redup, remang, yang kemudian berubah terang oleh wajah manis yang tak lagi semu. Kudapati ia mendekat, menggelitikku di belakang telinga. Mendesah, menyanyikan lagu yang benar-benar membuatku terbang, tinggi menembus awan-awan putih. Membuaiku lembut, mengecup bibirku, jantungku membatu sejenak oleh perlakuannya. Ia mendorongku. “Ahhh..” mataku terbuka, rupanya aku bermimpi. Ku terjaga, jantungku masih berdetak kencang. Ku mencoba mengatur nafasku, akibat mimpi yang luar biasa. “Mimpi yang indah!” Gumanku.
Air yang dingin. Ku usap-usap rambutku yang masih basah. Aku sandarkan bahuku di atas sofa di depan jendela. Ku memandang keluar. Hari masih gelap, langit masih hitam bertabur bintang. Membentuk wajah manis yang tersenyum penuh arti. “Ah, dia lagi!” bisikku. Ku lempar pandanganku ke tembok kusam ruanganku. Kudapati sosoknya tersenyum memperlihakan kedua lesung pipinya. Di dalam bingkai biru, memperindah ruangan yang kusam ini. “Dia memang cantik!” Tertawa aku melihat tingkahku sendiri. Seperti kata Johan, teman sebangku yang terkenal play boy itu, kalau aku sudah gila. Ya! memang aku tergila-gila oleh sosok berwajah manis itu, Entah sejak kapan. Tapi sudah lama aku mengenalnya.
Waktu yang kulalui kini terasa mudah. Setiap waktu, aku mengajak si wajah manis itu bercerita. Bercerita kepada jalan-jalan yang kita lalui, bercerita kepada sawah-sawah, bahkan pepohonan ikut mendengarkan cerita kami. “Aku tak menyangka, aku bisa menatapmu seperti ini.” Kata si wajah manis sembari mendekatkan wajahnya yang indah ke wajahku. Aku hanya membisu, terpesona dengan garis-garis wajah yang begitu elok. Aku tak menyangka, aku begitu mengaguminya. Ku rasakan getaran dari ujung kepala sampai ujung kaki ketika ia melempar senyumnya. Karena, sungguh! Wajah itu begitu dekat denganku. “Hei! Kenapa diam? Kau terpesona?” Ia bertanya, setelah beberapa saat aku tak menanggapi perkataannya tadi. Aku hanya tersenyum, mataku yang berbicara padanya.
Kuhitung setiap waktu yang kulalui bersama si wajah manis itu. Kalenderku tahun ini telah penuh dengan coret-coretan tentang apa yang telah ku jalani dengannya. Rupanya sudah setahun ku jalani hubungan istimewa ini.
Jam di kamarku terus berputar. Detikan jam itu begitu terasa. Waktu yang berlalu tak pernah kusayangkan. Karena hariku selalu indah oleh wajah manis itu. Mungkin kalian bertanya, siapa wajah manis itu? Dan mengapa aku selalu menyebutnya?. Aku hanya dapat menjawab “Dia adalah orang pertama yang aku kagumi, dan dia sangat manis.”
Ini hari minggu. Tepatnya minggu sore. Si wajah manis itu terlihat berbeda, bukan wajahnya yang berbeda, ia tetap saja berwajah manis tak ada yang berubah. Hanya saja sikapnya padaku. Ku rasa ia mulai menjauhiku. Aku tak pernah tahu alasan apa yang membuat si wajah manis itu berubah. Sampai suatu saat. “Aku bosan denganmu!” kata-kata itu yang terucap dari bibirnya yang cantik. Nada itu tak asing bagiku, dia mulai tak peduli lagi padaku. Namun, tak masalah. Asal dia tetap menjadi milikku, dan aku masih dapat melihat wajahnya.
Akhirnya hujan deras mengguyur senjaku. Menggores tubuhku dengan percikan-percikan air yang halus tapi menyakitkan. Aku seperti mati melihat wajah manis itu dijamah oleh laki-laki lain. “Siapa kamu? Aku sudah bahagia dengan Afril. Tolong jangan ganggu aku lagi! Jangan ikuti aku lagi!” Kata-kata yang menusukku bagai belati yang panjang dan tajam. Mengorek semua isi hatiku keluar. Akal ku hilang! Kupukul diriku sendiri. Ku berteriak-teriak sendiri. Tak peduli orang-orang berlalu menatapku heran. Ingin aku bunuh laki-laki yang mengambil wajah manis itu. Dia sahabatku sendiri. Aaaaa! Tuhan, aku tak pernah sehancur ini. Aku kehilangan dia, wajah manis yang pernah sejenak tersenyum padaku. laki-laki itu mengambilnya paksa. Semua jalan-jalan, sawah-sawah, pohon-pohon itu, saksi ceritaku kini menjadi bisu. Bungkam, tak membantuku menuntut agar wajah manis itu mau kembali lagi padaku.
Hari-hari kembali gelap, setelah sejenak saja terang oleh hadirnya sosok wanita yang sungguh aku cintai. Aku kembali membeku, di dalam kesunyian yang luar biasa menyiksaku. Batinku kembali terusik, melihat wajah manis yang ku kagumi sekian tahun tertawa lepas manatap laki-laki keji yang merebut belahan hidupku itu. Aku memang laki-laki. Tapi, sudah begitu hancurnya aku sampai tak sanggup ku bendung air mata ini lagi. Aku ingin mati! Ya, aku ingin mati saja. Aku berlari melawan arus mobil-mobil yang menjerit, menggerutu, karena ku halangi lajunya. Sampai akhirnya, kakek tua itu menyeretku paksa ke tepi.
“Kau jangan gila hanya karena wanita!” Ia menghakimiku. “Hahaha, aku memang gila! hey, bapak tua tahu apa kau tentang urusanku.” Aku menceloteh tanpa aku pikirkan kata-kata yang ku lontarkan. Aku tak peduli. “Sungguh kau laki-laki bodoh! Kalau kau mati, wanita itu tak akan jadi milikmu. Dia malah senang tak ada yang mengganggunya lagi.” Kucerna kata-kata orang tua itu. Ada benarnya. Tiba-tiba, akal ku muncul lagi. Tapi kali ini benar-benar busuk. Aku tak peduli.

Ku langkahkan kakiku, kupercepat. Hingga sampai aku di suatu ruang, ruang yang akan menjadikanku api yang ganas. Kutarik wanita manis itu dari laki-laki yang mencumbunya dari tadi. Ia marah, menghujatku, menggerutu, mengejek. Tak kupedulikan. Ku dorong laki-laki itu, ku pukuli wajahnya yang keji hingga dia pingsan, atau malah tak bernyawa. Aku malah senang.
Sementara, wanita manis itu meronta-ronta, berteriak “Kau jahat!” Aku hanya tersenyum. Ku dorong ia ke tembok, dimana posisinya menghadapku. Ku tatap dalam-dalam matanya yang bening dan mulai berair. Ku usap lembut, “Jangan menangis sayang, kamu akan bahagia bersamaku.” Kataku. Kupeluk tubuhnya yang terus meronta dan berteriak. “Lepaskan!” Semakin manis saja dirimu ketika kau marah. Mungkin kali ini aku sudah tak waras lagi. Dia mendorongku. Tapi, aku sempat meraih tubuhnya lagi. “Maafkan aku Kian! Aku tak bisa kehilanganmu. Aku mencintaimu.” Ku ucapkan kata-kata itu sebelum aku benar-benar menusukkan logam tajam yang sedari tadi ku genggam ke perutnya. Kulihat ia menahan sakit, wajahnya pucat, air matanya masih mengalir. Ku lepaskan tubuhnya yang terhempas jatuh ke lantai. Ku berlutut, menatapnya untuk yang terakhir kali. Ku cium keningnya, pipinya dan bibirnya. Mungkin aku benar-benar kejam. Tapi aku tak peduli, aku tak bisa kehilangannya.
Ku cabut logam yang berlumuran benda merah itu. Ku hunuskan ke perutku sendiri. Ku peluk tubuhnya yang sudah kaku di sampingku, dan kali ini aku benar-benar telah membawanya pergi. Tak ada laki-laki lain yang akan merebutnya dariku lagi. Semoga dia tidak membenciku nanti.
Kabar kota ramai dengan berita ku. Kakek tua yang menarikku dari mobil-mobil itu, tersenyum sinis membaca berita kegilaanku. Aku sudah pergi jauh dari dunia yang tak akan menyatukanku dengan orang yang aku cintai. Dan aku berhasil membawanya pergi jauh. Di sini kami bisa bersama, membangun keluarga, mempunyai anak yang lucu-lucu, seperti cerita kami kepada jalan-jalan, sawah-sawah dan pohon-pohon itu.
Cinta memang sudah membuatku gila! Wanita berwajah semu yang dulu selalu hadir dalam setiap mimpiku. Menghias setiap sudut pandangku. telah menjadi milikku selamanya. Walau tak seindah hidup di dunia. Kerena disini semuanya kembali semu, aku pun menjadi semu.


PELANGI SETELAH HUJAN

PELANGI SETELAH HUJAN


Hai namaku Dhani, aku seorang siswa di Smp Puspanegara yang aku cintai ini.Aku duduk di kelas 7. Aku tinggal bersama papaku, adik dan kakakku. Mamaku sudah meninggal setahun yang lalu.
Tadi pas aku bermain basket, ada darah yang keluar dari hidungku. Sehingga membuatku merasa bingung. Ada apa yang terjadi denganku? Baru kali ini aku merasakan yang namanya mimisan. Aku berlari menuju kamar mandi belakang lapangan basket.
“Deandra, apakah
kamu baik-baik saja?” Temanku Riana bertanya Lalu, aku “Enggak, aku baik-baik saja kok” jawab ku sambil mengelap darah yang ada pada hidungku
Riana pun tidak
tahu kalau Deandra mimisan saat basket tadi.
Hari hari terus berlalu. Aku pulang sekolah berjalan kaki di trotoar. Entah mengapa diriku jatuh sendiri dengan cepat. Ya Allah apa yang terjadi padaku? Lalu aku ditolong oleh pria memakai seragam sama denganku.
“Makasih yah sudah bantuin aku” Jawabku tersenyum
“Iya sama sama boleh tau nama kamu siapa?” Tanya pria itu sambil balas senyumanku
Aku tidak bisa menjawabnya karena kakiku begitu sakit. Aku pulang ke rumah dengan keadaan selamat.

Pagi hari yang cerah. Aku sedang membaca buku di perpustakaan yang sudah disediakan disana. Aku terjatuh saat mengambil buku yang berada di atas rak.
“Kok jatoh? Cacat? atau disengajain buat cari perhatian? hahaha kasian sekali kau” Ejek erika dengan keegoisannya
Aku hanya bisa tersenyum dengan manis lalu aku bergegas ke kelas dengan keadaan yang biasa saja. Lalu, aku menulis diary ku dengan air mata yang jatuh membasahi pipiku. Tetap, aku masih tersenyum.

Dear diary
Dihina oleh Erika di perpustakaan. Ya Allah hapuskan penderitaanku ini.

Waktu terus berjalan. Setelah itu aku ke makam mamaku sendiri dengan membawa mawar yang sangat wangi.
“Ma, andai mama masih ada pasti aku bisa curhat ke mama seperti dulu dimana mama menciumku saat aku ingin tidur.” Ucapku sambil menangis

Aku pun jalan menuju ke rumah dengan badan yang basah kuyup karena hujan yang deras. Aku dimarahi oleh papaku dengan dibentak bentak dan dihina hina oleh adik dan kakakku. Ya Allah apakah ini yang dinamakan terus tersenyum? Penderitaan semua ini akan aku terima dengan senyuman, ketabahan dan kekuatan.
Aku berjalan mencari teduhan yang sejuk. Yang ada aku malah pingsan di jalan. Pria itu lagi membawaku ke rumah sakit. Aku masuk ke UGD yang ada di rumah sakit.
“Bagaimana dok keadaan teman saya?” Tanya pria itu sambil memegang jam tanganku yang jatuh
“Keadaannya
kritis, namun kanker ganas menyerang dia” Ucapdokter
Pria
itu menemuiaku di UGD dengan Sahabatku yang ada di sekolah.Mereka pun berdoa agar aku selamat dengan penyakit yang ganas.
Aku pun sadar dengan mata terbuka.
“Maafkan aku ya, aku harus pergi menemui mama. Ini kata kataku yang aku ucapkan terakhir. Aku sudah lelah Tegar, tersenyum dan kuat. Bukan aku berarti lemah. Mungkinkah ini yang dinamakan dengan penderitaanku. Semua kenangan yang kita lalui. Gak akan bisa aku lupakan walaupun aku sudah jauh di alam yang berbeda.” Ucapku dengan nada yang datar.

Scan pun bergaris hijau datar. Saatnya aku pergi menemui mamaku. Manusia hidup hanya sementara. Lalu, akan dibawa kealam yang berbeda. Bukan berarti membawa harta yang dimilikinya dibawa juga. Tetapi, yang dibawa adalah amal ibadahnya yang sudah dia lakukan di dunia.

Aku pun dimakamkan disebelah makam mamaku. Semua orang tahu kalau manusia itu tidak ada yang sempurna. Jika manusia telah meninggalkan dunia, yang selalu dikenang adalah namanya. Hujan bertanda bahwa bumi bisa menangis membasahi permukaannya. Tetapi tak selamanya hujan itu merugikan. Biasanya sehabis hujan itu terbitlah pelangi. Mengapa demikian? karena bumi ingin mencoba tuk tersenyum seperti bentuk pelangi yang setengah lingkaran. Seperti kehidupanku. Dengan ini aku menyatakan bahwa terbitlah pelangi sehabis hujan.

KARENA CINTA

KARENA CINTA

Ayam berkokok dan mengetuk gendang telinga. Seakan harus bangun saat itu juga. Dia melangkahkan kakinya, dan segera bersiap untuk pergi menuju tempat yang membosankan, dimana tak ada satu orangpun yang mengerti Selly “SEKOLAH !”.
“ Selly, sudahkah kau selesai dari kegiatan anehmu di kamar mandi itu?” kata kakaknya. “ Iya, sabar dikit dong” teriak selly dari kamar mandi. Setelah beberapa menit, “ Puaskah kau mengganggu kegiatanku tadi?” “Sadarlah! Ibu, ibu, ibu!” jerit kakaknya dengan wajah gelisah dan tak tahu apa yang harus dilakukan. “ Hey, kenapa kau berteriak? Aku disini! Lihatlah aku!” ucap Selly “ Ibu, Ayah, kemarilah! Lihatlah Selly”
“Apa yang terjadi? Aku baik-baik saja. Tolong lihatlah aku!” ucap lagi Selly. Semua orang di rumah seakan mengabaikan Selly, dan bergegas pergi menuju Rumah Sakit. “ Selly, sadarlah nak. Kau pernah berjanji akan selalu di samping ibu” ungkap ibu Selly dengan bersedih. “ Bu, aku ada dan selalu di samping Ibu”. Selly merasa aneh dan merasa tak ada satupun orang yang melihatnya.
Detik demi detik terus bertambah, hingga Selly tersadar bahwa dia harus bergegas pergi ke sekolah. Ataukalautidak, dia akan mendapatkan gelar“ Sang Juara Terlambat untuk seminggu berturut-turut”. Yapz, danbenarseorang guru Kimia dari sekolah Selly telah memasuki ruang kelasnya.Wajahnya sungguh kejam dan menakutkan. Dengannama yang takasing “Pak Erik”. “Gawat. Guru killer itusudahtiba, apaka aku mampu untuk masuk tanpa ada seorang pun yang tau?”.Dengan segera Selly melancarkan aksinya.Dan berhasil. Dia lolos, dan hanya kedua teman baiknya yang mengetahuinya.
“ Selly?“ tanya Reyna. “ Kaukenapa? Kenapa kauterkejut melihatku?” heran Selly.“Reyna, diamlah! Kau bicara dengan siapa?Dengar kan pelajaranku!” bentak Pak.Erik.“Apa? Bicara sendiri?Lalu aku kau anggap apa pak?” “Tenanglah Sel” ucap Geby“ tapi Geb?” “ Diam dan tenanglah”

KKRRRIINNGGG. “ Apa yang sebenarnyaterjadi? Akubarusadar.Tadi yang dibawakeRumahSakitadalahseoranggadisberseragam SMA Bhakti Alambernama Aura PurnamaSelly.Siapadia?”BBRRRAAAKKK.“ Kalaujalanpakaimata dong” bentakSelly.
“ Maafkan aku” “Bryan?” heran Selly. “ Sekali lagi, Aku minta maaf”. Tatapan itu, tatapan yang aneh. “ Kenapa dia menatapku seperti itu?”
“Geby” “ ada apa Sel? Kembalilah, Aku merindukanmu. Ku mohon” “ Iya sel, kami mengharapkanmu kembali” lanjut Reyna. “Maksud kalian?” “ Kelak kau akan mengerti. Maaf kami tak bisa membantumu. Mungkin Bryan mampu membantumu” “ Bryan? Cowok dengan tatapan aneh itu? Cowok yang heran menatapku itu?” pikir Selly.

BBRRUUUKKKK. “Lagi lagi kau menabrakku” “ Maafkan aku, permisi” “Tunggu, jelaskan sesuatu kepadaku” “ Aku tak dapat menjelaskannya, Aku hanya dapat membantumu” “ Baiklah, apapun itu, bantulah aku” “ Mari ikut aku”
“ Ingatkah kau dengan tempat ini? Tempat kita berdua” tanya Bryan. “ Hah? Tempat kita berdua? Apa apan kau ini?”
“ tenanglah Sell, kelak kau kan mengerti” “ Aku tidak mengerti, Apa yang sebenarnya terjadi? Aku kenapa? “
Dengan lesu Selly bergegas pulang dan meninggalkan Bryan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dia gadis kecil yang kesepian merindukan orang yang menyayanginya, tak tahu arah dan jalan kembali, bagai sehelai daun yang tertepa angin dengan arah dan tujuan yang pasti dan aku adalah pangeran yang kan membawamu kembali.

Di pelukanku “ Bryan, Sadarlah! Dia masa lalumu. Dia tak akan kembali” ucap Ibu Bryan. “tidak bu, dia ada di dekatku. Dan dia membutuhkan ku” “ Nak, Ibu percaya kepadamu. Tapi, janganlah kau menyiksa dirimu seperti ini. Jangan lah membayangkan hal yang tak ada” “Hal yang tak ada? Tapi dia disini bu” “ Nak, ibu sedih melihatmu begini” dengan sedih ibu Bryan meninggalkan kamar Bryan.
“ Bryan. Apa maksud perkataan ibumu bahwa aku tidak ada? Tapi aku kan di sampingmu” “Kapan kau akan sadar sel?” tanya Bryan. “ Kau koma Sel” lanjut Bryan. “ Maksud kamu? Aku gadis yang jatuh dari kamar mandi itu? Kau yang benar saja?” “ apa kau masih belum ingat? Aku Bryan, Aku pacarmu. Orang yang kau abaikan akhir-akhir ini” Setelah mengatakan itu, tiba-tiba Bryan pingsan dan sekejap Selly tersadar dari tidur panjangnya.
“ BRRYYAANN” “ Sel, kau sudah sadar? Ibu bahagia kau sudah sadar. Sudah 14 hari kau tertidur nak” dengan segera Selly memeluk ibunya. “ Bu, maafkan Selly selama ini. Selly sadar banyak orang yang menyayang Selly” “ Iya nak, Ibu juga minta maaf”
Air mata pun tak dapat terbendung lagi. Selly meluapkan semua kebahagiaannya dengan meneteskan air matanya.

Pagi menyambutnya lagi. Suasana sekolah barupun akan dia rasakan. Dan dia akan bersekolah di SMA Bhakti Alam. Dan “ BRRUUUKKK” “ Maafkan aku, aku tidak sengaja” ungkap Selly. “Tidak apa apa kok. Tataplah aku”
“ Bryan? Benarkah ini kau? Pangeranku? Pangeran yang menyelamatkanku dari kegelapan dunia?” “iya Sel, dan aku juga orang yang senantiasa mencitaimu”

Tanpa berpikir panjang, Selly segera memeluk Bryan. Selama 14 hari, Bryan adalah pelindung dan juga pacar yang tak pernah di anggap Selly. Entah apa yang akan terjadi, jika aku melayang tanpa ada pangeran yang selalu menemaniku. Ku bahagia kau hadir di sisiku, ku beruntung ada kau yang tulus memberikan cintamu.
Tak dapat ku ungkapan ini hanya dengan secerca puisi ini. Terimakasih untuk segalanya yang kauberi, Terimakasih dengan kesabaranmu yang selalu mengarahkanku.
“ Cciiyyee, ada murid
baru yang pacaran nihh” “ Kalian? Terimakasih juga untuk kalian, tanpa kalian mungkin aku tak ada disini”
“ Seharusnya kamu berterimakasih kepada Bryan. Karna dia tulus mencintaimu dan juga setia menantimu “ ungkap Geby ‘”iya itu Sell” lanjut Reyna.
“ Kalian bisa aja “ jawab Bryan

Kebahagiaan yang selalu di tunggu Selly pun hadir dengan seiringnya waktu. Emang hidup itu berputar. Kadang bahagia , dan kadang sedih pun datang. Seperti halnya yang di alami Selly, kau pangeranku, kau hidupku, kau segalaku. Ku bahagia mengenalmu dan ku berharap Cinta kita abadi.


HANYA AKU DAN TUHAN YANG TAU

HANYA AKU DAN TUHAN YANG TAU


Pagi itu udara sedikit mendung, cuaca pun terasa lebih dingin dari hari-hari biasanya. Hal ini membuat sebagian mahasiswa yang ada di sofiah kost tampak begitu malas bergerak dari tempat tidur mereka. Namun tidak bagi seorang mahasiswa yang bernama Bayu. Bayu Bramanthio, begitu nama lengkapnya.
Mendung di pagi itu seakan tak menyurutkan langkahnya untuk berangkat ke kampus. Dengan langkah pasti ia mengayunkan kakinya ke kampus tempat ia kuliah.
Sesampainya di kampus, kelihatan sekali bahwa pagi itu kampus masih terasa sangat sepi. Di depan hanya tampak dua orang cewek yang baru saja tiba. Rany dan Cindy, begitu orang-orang memanggil mereka. Ya… Inilah penyebab mengapa Bayu begitu semangat datang ke kampus. Bayu tengah mengagumi salah seorang dari mereka, yaitu Cindy. Gadis itu memang mempunyai senyum yang istimewa, dengan lesung pipit di pipnya. Lantas saja Bayu begitu memguminya. Sudah lama Bayu menyimpan rasa terhadap Cindy, namun ia takut mengungkapkan lantaran takut nggak diterima karena mereka sudah bersahabat akrab sejak SMA.
Tengah asyik melamunkan gadis manis berlesung pipit itu, tiba-tiba saja bayu disentakkan oleh sebuah tepukan di pundaknya.
“Hey bro… Bengong aja, pagi-pagi udah ngelamun, ntar kesambet loh” Kata seseorang yang ternyata Irfan, sahabat dekat Bayu di kampus.
“Eh elo Fan, ngagetin aja… Nggak kenapa-kenapa kok Fan cuma lagi suntuk aja, sepi kali ya kampus pagi ini? Pada kemana nih penghuninya?” Sahut Bayu yang masih saja memperhatikan Cindy dan seakan membohongi perasannya sendiri.
“Ntar juga pada datang anak-anak tu, paling sekarang mereka masih pada tidur, udah ah.. Naik yuk, kita kan di ruang 7 pagi ini” Ajak Ifan untuk naik ke lantai 3 tempat mereka bakal kuliah pagi ini.

Tanpa jawaban Bayu langsung aja beranjak mengikuti Irfan yang sudah lebih dulu bergegas pergi. Begitu lah keseharian yang dilalui Bayu sebagai pemuja rahasia Cindy.
Waktu terus berjalan, tanpa terasa sekarang sudah bulan November, Ya… Seminggu lagi Cindy ulang tahun, tepatnya tanggal 16 November. Hal ini tentu saja tidak akan lupa oleh Bayu. Jauh-jauh hari ia sudah memikirkan untuk mengunggapkan perasaannya terhadap Cindy, Malaikat penyemangatnya selama ini. Namun ia agak sedikit bingung memikirkan strategi dan cara apa yang bakal bisa menaklukkan hati Cindy.
Seminggu berlalu, Esok adalah ulang tahunnya Cindy. Kali ini Bayu nggak bingung lagi apa yang akan ia lakukan untuk menyalurkan perasaannya. Semua sudah ia siapkan dari seminggu yang lalu.
Pas di hari ulang tahunnya Cindy, Bayu nggak kelihatan. Ternyata ia sengaja datang terlambat. Begitu rencana yang ingin ia lakukan.

Tak lama berselang, Bayu pun tiba di acara ulang tahunnya Cindy, dengan kado yang terbungkus di tangannya. Tampak olehnya Irfan dan Cindy tengah duduk berdua di meja sudut. Bayu pun menghampiri kedua temannya tersebut.
“Selamat ulang tahun ya Cin, Moga panjang umur dan sukses selalu” Ucap Bayu sembari menyalami Cindy
“Amin.. Makasih ya Bay” Jawab Cindy singkat
“Eh Bay, kok lo baru nongol? Kemana aja?” Kata Irfan yang baru ngeliat Bayu datang
“Sorry bro, gue da perlu tadi, makanya agak telat datangnya” Sahut bayu mengeles
“Ya udah, nggak pa-pa kok, yang penting lo udah mau datang ke acara ulang tahunku” Kata Cindy
“Ya kalo soal itu mah gue pasti datang lah Cin, eh gue ke belakang dulu bentar ya” Kata Bayu yang sengaja ingin menyiapkan semuanya buat ngungkapin perasaannya pada Cindy.
“Masa cepet amat lo mau kesana Bay, lo nggak mau ngucapin selamat dulu ama kita?” Ucap Irfan
“Selamat untuk apa? Kan tadi udah sama Cindy” Tanya aku yang agak sedikit bingung
“Kami baru jadian loh Bay” Jawab Cindy singkat
Bayu terdiam, jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Usaha yang selama ini ia lakukan kandas di tangan sahabatnya sendiri. Sia-sia dengan apa yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Hatinya serasa dicabik-cabik oleh kedua temannya tersebut. Kecewa, ya.. itulah yang Bayu rasakan saat ini.
“Hey lo kenapa? Bengong aja, nggak seneng ya temen lo jadian?” Tiba-tiba suara Irfan menyentakkan lamunan Bayu
“Seneng kok, Selamat ya, ya udah gue ke belakang dulu” Ujar Bayu singkat dengan sedikit senyum kebohongan di mulutnya.

Langkah gontai dengan semangat patah bayu menuju ruang belakang. Hatinya menangis dengan kenyataan yang nggak ia duga sama sekali. Kado yang bawa nggak tau harus kemana ia letakkan. Perasaan yang terpendam nggak tau harus ke siapa ia ungkapkan.
Kecewa.. Cuma itu yang ia rasakan saat ini. Dalam hati Bayu bergumam, “Mungkin memang ini jalanku”



JERITAN MALAM

JERITAN MALAM

Malam semakin pekat.Kegelapan yang menyelimuti malam di Kampung Gandaria membuai kehidupan dalam kesunyian yang dalam.Semilir angin yang berhembus mengantarkan sang Dewi Malam ke dalam tapuk penguasa malam. Kabut malam di langit, menenggelamkan sang rembulan dan bintang ke dalam selimut kepekatan.
“Aaaaaa…!!!”
Terdengar suara jeritan perempuan yang memecahkan keheningan malam. Suara jeritan perempuan itu begitu kerasnya dan menggema ke seluruh pelosok kampung yang cuma berisi puluhan rumah saja.

Dennis pemuda kampung yang malam ini sedang mendapat jatah tugas ronda, segera berlari ke arah asal suara itu bersama teman rondanya sambil memukul kentongan. Dennis pemuda yang baru seminggu menikah dengan gadis kampung pujaannya, Livina, tampak sangat cemas dengan jeritan suara ini yang seperti mengarah pada rumah mertuanya tempat ia dan istrinya tinggal.
Suara kentongan yang saling bersaut membuat penduduk kampung Gandaria terbangun dari tidurnya dan semua beranjak ke luar rumah melihat situasi. Kehidupan mendadak muncul kembali malam ini di kampung Gandaria gara-gara jeritan seorang wanita.
Malam ini Malam Selasa Kliwon. Malam dimana seluruh penduduk Kampung Gandaria yang berjenis kelamin laki-laki sibuk berjaga dan meronda. Sudah tiga bulan lamanya tiap malam Selasa Kliwon penduduk Kampung Gandaria diteror oleh manusia yang cuma bercawet belel. Manusia bercawet belel ini meneror rumah-rumah penduduk dengan mencuri barang berharga tanpa diketahui tuan rumah yang tertidur pulas. Yang lebih mengerikan terutama bagi kaum wanita, manusia bercawet memiliki sifat c*bul. Makhluk ini doyan sekali meniduri istri-istri para penduduk kampung dan sialnya para suami mereka sering tidak tahu kalau istri mereka mengalami pelecehan oleh manusia bercawat ini.
Suara jeritan perempuan tadi terus menerus terdengar, Dennis semakin yakin bahwa suara jeritan itu berasal dari rumah mertuanya. Dennis sadar suara perempuan yang menjerit-jerit adalah suara istrinya, Livina dan adik kandungnya Rachel. Malam ini hanya mereka berdua yang tinggal di rumah sementara mertuanya pergi menginapa di rumah famili.
Dennis berlari sangat cepat mendahului rekan-rekannya. Rasa cemas yang sangat, membuat pengantin baru ini berusaha secepat mungkin sampai di rumah mertuanya. Dennis tak ingin istri dan adiknya menjadi korban kec*bulan manusia bercawat belel.
Sampai di rumah mertuanya masih terdengar juga suara dua orang perempuan yang saling menjerit-jerit.
“Livina, buka pintunya!” Kata Dennis sambil menggedor-gedor pintu depan rumah.
Bukannya
membuka pintu depan, Livina dan Rachel malah semakin keras jeritannya. Dennis menduga bahwa simanusia cawet belel telah berada di dalam rumahnya.Karenanya Dennis segera mencongkel pintu dengan tongkat besi yang biasa ia bawa jika meronda.
Pintu depan berhasil terbuka. Dennis dengancepatnyalangsungmasukkedalamruangkamartidurdimanaiamelihatistridanadiknyasalingberpelukansambilmenjerit-jeritketakutan.
“Manamakhlukbercawetitu?” Kata Dennis sambilmenghunuskantongkatbesinya.
“Dia..dia..dia…” Kata Livinaterbata-batasangkingketakutannyasambilmenunjukkearahranjangtidur.
Dennis tertegunbegitumelihatmakhluk yang berada di atasranjangtidur.
“Pantassajamerekaberduamenjerit-jeritketakutan” Kata Dennis dalamhatinya.

Mahkluk itu berkumis panjang tapi hanya beberapa helai saja. Mulutnya agak kepanjangan, telinganya lebar dan bulat. Meski tubuh mahkluk itu mungil, namun ia memiliki ekor yang panjang. Makhluk itu memang benar-benar mahluk yang menjijikan dan terus menerus giginya mengerat-ngerat papan kayu ranjang.
Mahluk
menjijikan yang membuat dua perempuan muda menjerit-jerit itu mendadak bersuara begitu melihat Dennis.
“Cit..Cit… Cit..Cit…”